INFONEWS TERKINI
Ikatan Jurnalis Bersatu menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran.dan Rancangan tersebut karena dikhawatirkan dapat membatasi kebebasan pers dan menghambat keberlanjutan jalannya media online di Indonesia.
Andryan,S.H ketua Umum Ikatan Jurnalis Bersatu menyatakan bahwa RUU Penyiaran ini dapat memperketat bahkan membatasi kontrol terhadap konten yang disiarkan oleh media penyiaran, bahkan termasuk platform media online di Indonesia.
Ikatan Jurnalis Bersatu (IJB) berpendapat bahwa regulasi yang terlalu ketat dan terkesan birokratis ini akan dapat membebani kegiatan media online yang berbasis penyiaran, terutama yang berskala kecil,"ujar Andryan.
Andryan menekankan bahwa independensi media sangat berpotensi terancam jika RUU ini diterapkan. Maka dari itu kami sangat khawatir bila aturan baru ini dapat digunakan dan dilaksanakan untuk mengendalikan atau mempengaruhi konten yang disiarkan oleh beberapa media online yang ada di Indonesia dan mengurangi otonomi editorial penting bagi jurnalisme yang bebas dan independen,"tegasnya.
Oleh karena itu Ikatan Jurnalis Bersatu (IJB) mengkritik keras larangan penayangan laporan investigasi yang tertuang seperti dalam RUU Penyiaran,tersebut karena dalam hal ini yang dinilai dapat membungkam beberapa organisasi pers dan menghambat fungsi media didalam mengawasi segala penyelewengan kekuasaan serta mengungkap kebenaran kebenaran kepada khalayak publik.
"Karena larangan ini nantinya bisa menjadi bentuk pembungkaman terhadap insan pers dan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan transparansi di Indonesia yang harus dijaga oleh media," kata Andryan.
IJB sangat mendukung pernyataan tegas dari Dewan Pers yang mengedepankan ekosistem kebebasan pers dan peliputan wartawan yang tetap mengacu pada UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, karena sebagai lex spesialis bagi profesi wartawan harus tetap berjalan.
Sedangkan Pasal-Pasal Kontroversial dalam RUU Penyiaran tersebut juga mengungkap beberapa pasal dalam RUU Penyiaran Tahun 2024 yang dinilai bermasalah:
1.Pasal 42 ayat 2 Mengatur bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI, yang tumpang tindih dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999 yang menyebut bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan Pers.
2.-Pasal 50 B ayat 2 huruf (c)**: Melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, yang dapat membatasi kebebasan pers dalam melakukan investigasi mendalam.
3- Pasal 50 B ayat 2 huruf (K) ,Mengatur soal larangan konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik, yang dianggap sebagai "pasal karet" dan membatasi kebebasan pers.
4- Pasal 51 huruf (E),Mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan, yang juga tumpang tindih dengan UU Pers 1999.
Maka dari itu IJB berharap agar kebijakan dan regulasi di sektor penyiaran dapat mendukung dan melindungi kebebasan pers, serta memastikan semua media, termasuk media online, dapat beroperasi tanpa tekanan dari pihak mana pun dan dari siapa pun ."Karena kebebasan pers. di Indonesia ini harus selalu dijunjung tinggi sesuai amanat pada UUD 1945,"pungkas Andryan.
Red Inews
Komentar
Belum ada komentar !