BANJARNEGARA INFONEWS TERKINI -
"Hidup jangan kaya wasit, mondar-mandir kesana-kesini hanya untuk melihat kesalahan orang lain".
Itulah pernyataan oknum Advokat dari Jatilawang-Banyumas inisial B yang di unggah lewat WA (WhatsApp) dan dikirimkan ke Nomor Hp wartawan infonews871.com, dalam menyikapi pemberitaan Awak media ini berjudul.
"Ayah korban kekerasan seksual anak dibawah umur sepakat terima uang kompensasi, sikapnya menuai kecaman warga", (yang ditayangkan beberapa hari yang lalu).
Tentunya pernyataanya tersebut memantik reaksi keras dari berbagai pihak, khususnya para penggiat jurnalistik dan beberapa wartawan dari berbagai awak media.
Pasalnya dalam pasal 6 UU 40 tahun1999 tentang PERS secara tegas menyatakan bahwa peranan Pers adalah,
Memenuhi hak rakyat untuk mengetahui,
Menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, Mendorong tegaknya supremasi hukum dan HAM,
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar,
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentibgan umum dan Memperjuangkan keadilan dan kebenaran".
Tak heran banyak pihak memprediksi jika pernyataanya itu dipicu karena kebodohan, kekerdilan atau tingginya "EGO" pribadi sehingga menghilangkan logika sehatnya.
Mengingat, pernyataanya itu di anggap melecehkan dan merendahkan profesi wartawan, yang merupakan PILAR ke IV DEMOKRASI, dimana sejak negri ini berdiri selalu memberikan kontribusi positif dalam mengawal tumbuh dan berkembangnya NKRI hingga sekarang ini.
"Kalau wartawan dianggap kaya wasit mondar-mandir kesana-kesini hanya untuk melihat kesalahan orang lain sebagaimana pernyataan (B).
Yang menjadi pertanyaan adalah "apalah B bisa merubah UU 40-1999 yang merupakan dasar hukum kinerja wartawan, yang kemudian kalau pun dia bisa merubah, terus seperti apa peranan Pers sebagaimana yang diharapkan Budiman,S.H,"kata beberapa jurnalis dari berbagai Awak Media.
Perlu diketahui jika B SH merupakan Kuasa Hukum pelapor/korban dalam kasus perlindungan anak, yang pada awalnya mendapat dukungan publik, karena keluarga, khususnya ayah kandung korban menolak segala bentuk penyelesaian secara kekeluargaan, meski dengan kompensasi sebesar berapapun dan tetap akan menuntut keadilan agar pelaku di penjarakan.
Namun belakangan justru berubah pikiran, dengan bersedia menerima kompensasi sebesar rp.150.000.000,- sebagai bentuk penyelesaian secara kekeluargaan.
Tak heran, perubahan sikapnya itu menuai cibiran dan kecaman dari tetangga dan warga sekitar dan masyarakat luas,
Menyusul viral nya kwitansi penerimaan uang sebesar Rp.150 juta dari terlapor(pelaku) kepada ayah kandung korban, sehingga mencuatkan prediksi minor jika RA (korban) tak ubahnya layaknya "pelacur" yang menjual harga diri, kehormatan dan kesucianya kepada lelaki yang merupakan tetangga dan saudara yang sekaligus suami orang, demi mendapatkan uang yang banyak.
Publik juga mempertanyakan, apakah dengan diterimanya uang kompensasi sebesar Rp.150.000.000,- dengan sendirinya menggugurkan pidana bagi pelaku....??!!
Mengingat dalam pasal 81 ayat 1, UU 35 tahun 2014 secara tegas menyatakan "diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5 Milyar rupiah"
Red : (503L170) Innews
Komentar
Belum ada komentar !