Diduga Terlibat TPPO, Sponsor TKI Asal Purwakarta Dilaporkan ke Polres Purwakarta


IMG-20251226-WA0046.jpg

PURWAKARTA,INFONEWS –

Seorang sponsor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berinisial EH, warga Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, resmi dilaporkan ke Polres Purwakarta atas dugaan keterlibatan dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menimpa seorang perempuan berinisial YW.

Korban diketahui merupakan warga Salem, Gang Ban Gede, Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta. Laporan tersebut dibuat oleh Iyus Mulyadi, suami korban, dengan didampingi kuasa hukumnya Reno Paslah, S.Hi., M.H. didampingi Asisten Pengacara Andriyanto.S.H dari Kantor Hukum Cakrabuana MH. Saat ini laporan tersebut telah diterima dan sedang ditangani oleh pihak kepolisian.

Berdasarkan keterangan pihak keluarga, YW diperkirakan berada di Kota Albha, Timur Tengah. Kondisi korban disebut sangat memprihatinkan, sebagaimana terlihat dari bukti foto, percakapan pesan singkat, serta rekaman suara (voice note) yang diterima keluarga.

Dalam bukti-bukti tersebut, YW tampak mengalami perubahan fisik yang signifikan, di antaranya perut membuncit, tubuh terlihat lemah, serta terdapat banyak bekas luka di beberapa bagian tubuh yang diduga akibat kekerasan fisik. Kondisi tersebut menguatkan dugaan telah terjadi penyiksaan terhadap korban.

Melalui sambungan telepon, YW mengungkapkan bahwa sejak kedatangannya di kantor syarikah (perusahaan) di Timur Tengah, dirinya kerap menerima perlakuan kasar dan penyiksaan. Ia menyebut tindakan tersebut diduga dilakukan oleh pemilik syarikah bernama Al-Rasyid, yang menurut pengakuan korban disebut-sebut merupakan mantan jenderal. Informasi ini masih sebatas pengakuan korban dan memerlukan pendalaman serta verifikasi lebih lanjut oleh pihak berwenang.

YW juga menyampaikan bahwa saat ini dirinya dalam pendampingan dan dalam kondisi sakit. Ia secara langsung meminta kepada pemerintah Indonesia, khususnya dinas dan instansi terkait, agar segera berkoordinasi untuk memulangkan dirinya ke tanah air demi keselamatan dan pemulihan kesehatannya.

Korban mengaku telah berulang kali berusaha menghubungi sponsor berinisial EH, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan. Bahkan, upaya komunikasi tersebut sama sekali tidak direspons, sehingga korban merasa ditelantarkan oleh pihak sponsor.

Sementara itu, Iyus Mulyadi menegaskan bahwa sejak awal keberangkatan istrinya ke luar negeri, dirinya tidak pernah dilibatkan dan tidak pernah dimintai izin, baik secara lisan maupun tertulis, oleh pihak sponsor. Padahal, YW merupakan perempuan yang telah berstatus menikah, sehingga persetujuan suami merupakan syarat penting dalam proses penempatan pekerja migran.

Lebih lanjut, berdasarkan pengakuan korban, sejak awal proses keberangkatan, YW hanya diminta menandatangani sejumlah dokumen yang telah disiapkan sepihak oleh oknum sponsor EH, tanpa penjelasan yang memadai. Hal ini menimbulkan dugaan adanya pemalsuan dokumen atau manipulasi administrasi dalam proses penempatan kerja ke luar negeri.

Dugaan Pelanggaran Hukum dalam laporan ke Polres Purwakarta, pihak kuasa hukum menyebutkan adanya dugaan pelanggaran terhadap sejumlah ketentuan hukum, di antaranya:

1. Moratorium Penempatan Pekerja Migran ke Timur Tengah sesuai kebijakan pemerintah Indonesia.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

4. Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen, apabila terbukti adanya dokumen palsu atau keterangan yang dimanipulasi.

Pernyataan Sikap Keluarga dan Kuasa Hukum pihak keluarga menyatakan keprihatinan mendalam atas kondisi YW yang hingga kini masih berada di luar negeri dalam keadaan sakit dan rentan.

Suami korban, Iyus Mulyadi, menegaskan bahwa tujuan utama keluarga adalah keselamatan dan pemulangan korban ke Indonesia.

“Kami sangat khawatir dengan kondisi istri saya. Ia dalam keadaan sakit, ketakutan, dan merasa ditelantarkan. Kami memohon kepada pemerintah dan pihak berwenang agar segera membantu memulangkan istri saya ke tanah air,” ujar Iyus.

Sementara itu, Reno Paslah, S.Hi., M.H., selaku kuasa hukum dari Kantor Hukum Cakrabuana MH, menyampaikan bahwa pihaknya menilai kasus ini memiliki indikasi kuat tindak pidana, khususnya terkait dugaan TPPO dan penempatan pekerja migran secara nonprosedural.

“Kami melihat adanya dugaan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran dan Undang-Undang TPPO. Klien kami tidak pernah memberikan izin, dan korban diduga hanya diminta menandatangani dokumen yang telah disiapkan sepihak,” tegas Reno.

Ia menambahkan, pihaknya meminta aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan profesional, serta mendesak pemerintah melalui instansi terkait dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri agar segera mengambil langkah konkret untuk menjamin keselamatan korban dan memfasilitasi pemulangannya.

“Keselamatan korban adalah prioritas utama. Proses hukum harus berjalan, namun langkah kemanusiaan tidak boleh ditunda,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak sponsor berinisial EH belum memberikan keterangan resmi, dan seluruh proses hukum tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Red

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka